Sabtu, Juni 13, 2009

Metafor Kostum: Suatu Teori Retoris

Avant-Propos:
Pemikiran ini dimulai di WC seni rupa samping ruang seminar. Di saat tangan kanan sedang rileks dan tangan kiri sedang bersiap pada hal selanjutnya. Itu kalau menurut pendapat temen gue, Zaldy (yang nggak pernah di tes kebenarannya secara sah dan laik). Dan kata dia juga kalau dalam momen ini otak berada pada tahap paling inspiratif. Atau mungkin dalam tataran bahasa yang lain, psikologi seni seni misalnya, hal ini dijelaskan sebagai regression service of the ego yang menjelaskan tahap inspirasi seorang seniman, untuk membedakannya dengan orang dengan keterbelakangan mental (Bu Irma, bener nggak nih Bu?).

Hoek, jorok!

Nutrisi kompleks pada kedua hemisphere otak mulai melantur pada gelombang lamat-panjang. Melihat celana yang tergantung mengingatkan gue pada Clark Kent yang berganti baju secepat kilat pada sembarang boks telfon di metro (heran bajunya nggak pernah sekalipun rusak). Bukan merek baju tangguh itu yang akan gue bahas. Bukan pula perihal celana dalam salah pasang. Tapi sesuatu yang lebih dalam, makna lain yang tersembunyi di balik kostum itu. Hal yang secara khusus juga terjadi pada Peter Parker, Bruce Wayne, Barbara Gordon, Dinah Lance, Dick Grayson, Jason Todd, Tim Drake, Stephanie Brown, Damian Wayne, dan entah siapapun itu (karena gue cuma pernah baca via wikipedia).

Dimulai dari satu kata kunci: kostum, yang tiba-tiba terlintas saat gue ngegantungin celana. Berlanjut pada rentetan pertanyaan semrawut:
Ada apa dengan kostum itu?
Kenapa mereka berkostum?
Apa arti kostum tersebut bagi orang-orang di sekitar mereka?

Alasan "pra-sejarahnya" sih lagi-lagi berangkat dari semangat amerika yang terbuai heroisme pasca kemenangan mereka di PD II. Sadar nggak kalo kebanyakan warna kostum superhero di awal terutama yang jadi maskot, itu didominasi merah, biru, dan putih? Tapi (entah pernah ditulis sebelumnya atau belum gue ga peduli) akhirnya gue terjebak dalam pendapat konyol. Gue nganggep yang bikin kostum tuh si tokohnya, bukan pengarangnya. Selanjutnya gue menitik beratkan kostum pada permasalahan topeng. Maka gue menerima beberapa hipotesa, bahwa mereka berkostum karena alasan:
1. Takut,
2. Low profile,
3. Terlihat keren,
4. Nggak pede-an,
5. Pelampiasan alter ego.

Apapun itu lah ya...

Sebenernya apapun alesan pra penciptaannya, tapi toh perjalanan cerita (akhirnya) menjelaskan bahwa kostum itu melindungi orang-orang di sekitar mereka. Alasannya sederhana, kostum itu adalah topeng. Akhirnya yang gue maksud topeng di sini ga cuma sekedar suatu lapisan yang berfungsi menutupi wajah. Lebih dari itu topeng menutupi seluruh kepribadian si karakter.

Person yang kalau disandingkan dengan bahasa Indonesia sepertinya cocok dengan kata orang, atau yah, sesosok pribadi (dengan kepribadiannya), akar katanya dari persona. Arti persona sendiri ada beberapa:
1. Karakter yang dimainkan oleh seorang aktor,
2. Peran sosial, atau yah (maaf lagi lagi),
3. Topeng (makasih buat mas Wiki).

Duh, sialan. Akhirnya gue kecemplung dalam kasus etimologi bahasa. Tapi, mari persilakan gue bersikap sok seniman dalam mengerucutkan permasalahan secara sepihak. Maksud gue kostum akhirnya menjadi penanda kemunculan alter ego dari tokoh komik tersebut. Sebutlah si alter ego di sini merupakan sosok pahlawan bagi banyak orang. Misalnya Robin yang merupakan alter ego Tim Drake. Tapi dalam cerita ini, berapa banyak orang sih yang tahu kalau Tim Drake itu Robin the Wonder Boy?

Pertanyaan tadi akhirnya membawakan jawaban pada tiga pertanyaan sebelumnya. Tanpa kostum, Tim Drake yang beraksi di tengah malam akan hidup dengan ketakutan keesokan siangnya, saat dia sadar super villains yang dia ringkus semalam akan menuntut balas. Ah, tapi sayangnya Tim Drake dan penerusnya toh juga mati pada akhirnya, meninggalkan Bruce Wayne yang secara ajaib terus abadi ditemani Alfred Pennyworth dan Lucius Fox. Oh iya, tolong kesampingkan kasus karakter komik amerika yang selalu saja hidup lagi, berapa kalipun dia dibunuh dan diberitakan mati.

Keparat!

Tapi ayo lanjut. Semakin sedikit orang tahu identitas asli Robin, semakin aman pula orang-orang yang dekat dengan kehidupan Tim Drake. Kenapa? Coba ingat film-film india di mana entah ada berapa banyak Inspektur Vijay yang harus kerepotan membebaskan keluarganya dari cengkraman musuh. Satu hal yang pasti (selain jangan berikan anak kalian nama Vijay kalau kalian mau hidup tenang di hari tua), bahwa kostum itu juga melindungi identitas orang-orang terdekat si pahlawan. Katakan Matt Murdock sedang bersembunyi di amazon, maka akan mudah memancingnya keluar dengan menyandera (mungkin) tetangganya atau salah satu klien favoritnya. Apalagi di zaman modern seperti ini, di mana semuanya bisa di-googling. Nah, sekarang kita sedikit mengerti kenapa Bruce Wayne itu playboy.

Tuas diturunkan, dan air menggelontor seluruh isi jamban. Hmmm, sepertinya cukup sudah pemikiran malam yang melantur ini. Tolong jangan bantah teori gue, karena gue egois. Lagian gue juga udah bilang teori ini retoris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar