Senin, Maret 01, 2010

Salam Bahasa

Sempat terpikir bagaimana caranya membangun kata-kata yang terdengar keren saat dibacakan dengan menggunakan bahasa indonesia, walaupun notabene itu tidak menggunakan EYD yang baik dan benar. Pemikiran itu mulai muncul sejak gue dan zaldy menahkodai pameran KGB '08 sebagai kurator. Ada pertanyaan yang tersembur dari congor seorang anak, yaitu "Kenapa harus pake bahasa indonesia sih?" Dan gue membalikkan pertanyaan itu dengan premis lain yang berlaku sebagai pertanyaan balasan "Emang lo pikir bahasa inggris lebih keren?"

Maksudnya, dalam dunia institusi memang banyak kata serapan yang digunakan untuk mempersingkat suatu penjelasan. Tapi ketimbang terlalu bertele-tele atau menyuburkan redudansi ngawur, alasan penggunaan kata serapan di era globalisasi ini ternyata lebih banal daripada pemikiran itu sendiri. Nampaknya bahasa inggris memang terdengar lebih keren dan lebih mengglobal kerimbang bahasa indonesia yang terdengar mistis itu. Yah, gue pun akan mundur kalau ditanya apa gue jago dalam menggunakan bahasa indonesia. Gue akan bilang gue cupu. Tapi gue berusaha buat memperbaiki bahasa indonesia gue. Karena toh, sepengamatan gue, bahasa indonesia dengan EYD-nya itu akhirnya nggak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan sokongan bahasa lokal, bahasa terminal, bahasa gaul, bahasa serapan, bahasa anarki, dan bahasa politik. Semua sub-bahasa itu memiliki gramatikanya sendiri yang membantu logika bahasa indonesia sehingga ia dapat berdiri dan memiliki sikap layaknya bahasa dunia lainnya. Akui saja bahwa banyak bahasa indonesia yang tidak memiliki padanan kata dalam bahasa inggris. Bukan karena ia bertele-tele, tapi lebih karena sifatnya yang spesifik. Itu belum lagi jika dikawinkan dengan bahasa daerah. Contohnya bahasa jawa memiliki kata "kopet", atau bahasa sunda dengan "tisoledat".

Pernah dengar anggapan orang yang mengatakan bahasa jerman itu maskulin-tegas atau bahasa prancis itu feminin-romantis? Kalau begitu gue berani aja bilang bahasa indonesia itu adaptatif-politis. Seperti bunglon yang mendalangi gerakan non-blok, bahasa indonesia dapat bermanuver dalam banyak sifat. Itu yang membuat dia supel di antara sekian ribu bahasa dunia. Kekayaan ini disebut orang asing dengan istilah lingua franca, itu kalau gue tidak salah menangkap. Toh gue membuat tulisan ini biar kesannya keren dan seperti berpikir.

Tidak banyak yang gue pikirkan memang, tapi membongkar-pasang bahasa indonesia buat gue menjadi sesuatu yang menarik ketimbang menjiplak argumen berbahasa inggris yang singkat. Dan, oh ya, menjiplak bahasa spanyol itu beda cerita, karena toh mata kita tidak terbiasa dengan runut simbol bahasa yang seperti itu. Sampai di sini ada sanggahan?

Kalau tidak, gue lanjutkan tulisan sampah ini lain kali. Itupun kalau ingat.