Senin, Januari 26, 2009

Keajaiban (keanehan) fesbuk II

Membuka-buka internet lagi. Mencari referensi. Nah loh, apa tuh. Angka satu di balon merah pada pojok kanan bawah. Ha. Calon ngaco nih halaman.

Jadi males nulis. Kenapa ya? Mungkin karena di luar sedang hujan. Eh, Beruang kan berhibernasi lho kalo musim dingin. Jadi karena gue juga mau beruang, gue sewajarnya harus berhibernasi di musim hujan. Hmm.

Keajaiban (keanehan) fesbuk I

Setelah kesekian kalinya mengutak-atik fesbuk akhirnya gue ngerti kenapa jaringan pertemanan di dunia ini mengalahkan frenster, atau multiplai . Yah, masalah orang-orang umay kita kesampingkan lah. Rahasianya adalah sistem tabulator (tab) yang bikin pemuatan konten di web ini lebih cepat daripada web kebanyakan. Dibilang minimal nggak juga, tapi efisien iya.

Pemilihan warna dasar biru putih yang khas kayaknya juga ngaruh. Nggak akan bikin orang jadi ngoyo atau gimana. Lucunya, warna dasar yang sampe sekarang blom bisa dikostumisasi secara personal ini membuat fesbuk terasa lebih segar bin elegan buat kebanyakan orang. Lebih dari sekali gue denger anekdot yang berbunyi "Ya kalo buat kita yang udah gede mah pake fesbuk aja, frenster udah aja buat bocah-bocah yang lagi belajar gaul pake html." Lha?

Asiknya lagi, ada sistem notification pada setiap tab atau jendela fesbuk. Jadi tiap ada yang ngasih konten baru yang punya hubungan sama kita, statusnya bakalan muncul di notification itu. Misalnya gue ngasih komentar di foto temen, temen yang punya foto itu bakal dapat pemberitahuan. Dan kalo habis itu dia nulis komentar di foto yang sama, gue juga bakalan dikasih tau.

Yah, semua orang yang make fesbuk mah nggak akan heran sama hal ini. Tapi, banyak yang nggak sadar kalo hal ini sering dimanfaatkan sebagai ajang nyampah (dasar umay!). Sistem quick reload pada notification tab ini juga bisa berdampak panjang pada tali persahabatan anda. Haha. Bayangkan anda dan teman anda sedang lula, namun posisi sejauh dari batukaras ke rancaekek. Di masa lula itu secara sengaja anda menulis komentar di status teman anda, yang dibalas cepat oleh teman anda segera setelah ia menerima pemberitahuan. Premisnya, anda dan dia adalah teman bebuyutan yang tidak tahu tempat untuk bercanda serta tidak paham bagaimana cara kerja logika. Misalnya, klik contoh di kanan ini:

Tulisan ini nggak dimaksudkan buat menghina atau memuji salah satu penyedia layanan yang bersangkutan lho, tapi cuma review. Karena toh gue nggak dapet royalti apa-apa dari nulis ini. Tapi seandainya tetap merasa terhina, silahkan anda yang bersangkutan periksa ke diri sendiri, apa anda pantas merasa terhina ataukah anda sendiri yang terlalu banyak dosa.

Akhir kata, walaupun gue juga tau ini kata yang aneh untuk menutup tulisan, Gong Xi Fat Choi! Dan khusus buat alumni Gonzaga dan FSRD-ITB, Gong Xi Fat Cuiy!

Minggu, Januari 25, 2009

It needs a clover and a bee to make a great prairie


Menonton film Hachimitsu to Kuroba (Honey and Clover) untuk kedua kalinya. Hehe. Selalu ada detil menarik untuk dilihat kembali. Tempo yang lambat di awal ternyata cukup menyebalkan, mengingat kandungan ceritanya sebenarnya menarik. Bisa dibilang first impression dari film ini menjemukan. Bleh.

Kesampingkan tata cara penulisan review gue yang nggak baik dan nggak benar, lalu mari kita mulai menuangkan kecap ke wajan.

Diangkat dari manga berjudul sama yang katanya laris di pasaran Jepang sana (heran, kok bisa laris sih? padahal berbau seni) karangan Chika Umino. Bercerita tentang kehidupan 4 mahasiswa senirupa dan 1 arsitektur yang sedang melewatkan masa-masa muda bahagia. Kalau dibaca secara terbalik boleh juga. Cerita tentang beberapa mahasiswa seni rupa yang menjalani masa mudanya dengan segala gaya khas seni rupa. Itu belum termasuk keunikan tiap tokohnya.

Secara keseluruhan tidak ada hal yang hiperbol di film ini. Anehnya mulai dari menit ke tigapuluh, ada saja rangsangan yang menarik sudut bibir ke arah atas. Scene yang gue maksud adalah saat tokoh bernama Hagumi, membuka matanya dan bangun dengan headphone terpasang di kepala dan mulai membentangkan kanvas. Mulai dari titik ini hilang sudah perasaan bosan. Mata juga terus asik mengalir mengikuti detil studio-studio yang terdapat di film ini. Sayang studio seni grafis nggak ada. Sial!

Kayaknya barusan gue udah bilang (baca: tulis), (eh keren nih!) kalo film ini nggak hiperbol. Oke, emang, tapi bukan berarti film ini hambar atau gimana. Pertama-tama gue nggak akan bilang film ini ngasih efek yang sama ke anak di luar ruang lingkup seni rupa, nggak bermaksud mengkotak-kotakkan, tapi ada beberapa detil yang hanya bisa berdampak pada mereka yang mendalami dunia seni. Misalnya saat tokoh Morishita dan Hagumi membuat lukisan di halaman studio. Dan kalau ditanya apa efeknya buat gue, Jun, dan Wing, seperti juga pada Bhiema dan Sapi; jawabanya adalah satu kata ambigu: "Anying!".

Awal yang lembek, eskalasi yang tidak disangka-sangka, klimaks yang oke, rasanya kurang lengkap kalau tanpa ending yang nyaman. Ahoy! Yak, film ini punya ending yang cukup nyaman dan meyakinkan, walaupun (yah) agak nggantung. Tapi ya udah lah nyantai aja, toh kita nggak nonton sambil mabuk bukan? Endingnya sama sekali tidak menutup cerita, hanya memberikan kesimpulan sementara. Tapi toh dari awal film alurnya tidak rusuh (hanya sedikit menggemaskan), jadi rasanya enteng aja menerima keseluruhan film.

Kesimpulannya film ini inspiratif, dan sebaiknya ditonton.

Sabtu, Januari 24, 2009

Tipuan mata

Ada yang salah dengan saya? eh salah, gue. Nah, itu kesalahan pertama. kesalahan berikutnya bisa jadi ada pada postingan ini. Kenapa? Nggak kenapa-napa juga sebenernya. Tapi karena gue orang yang suka cari-cari masalah, akibatnya ya gini.

Subuh jam 2:32am tadi, gue nyari makan ke Warung Bapak Gisin di depan kampus. Permasalahannya adalah nama penjual warung itu bukan Gisin, melainkan Charmin (baca dengan bahasa Indonesia berlogat Jawa). Tapi itu tidak menjadi masalah, karena kalau kita menghina-hina Pak Gisin di warung itu, tidak ada yang marah.

Gue pesen nasi goreng pedes (bukan pedas) satu setengah porsi, ya satu setengah, soalnya porsi Pak Gisin pelit. Jun pesen capcay pake telor, Molen pesen ayam goreng nggak pake lama, Wing minta mie goreng walaupun nantinya dia harus membayar juga. Berhubung Pak Gisin yang mengaku-ngaku bernama Pak Charmin itu sudah cukup berumur, maka kami tinggal dia di warungnya untuk memasak. Sedangkan kami yang masih muda pergi ke CK. Itu bukan berarti kami sombong, tapi Pak Gisin memang harus bekerja demi menafkahi keluarganya.

Di CK kami disambut dingin. Bandung terasa masih dingin diguyur hujan yang sekarang menjadi irit, tapi kios waralaba itu masih saja memasang AC. Mungkin bukan karena pemiliknya tolol, tapi biar sapaan selamat malam dari dua pegawainya malam itu terasa hangat. Sayang kedua pegawai itu laki-laki, dan tidak ada yang mengaku homo di antara kami berempat, maaf saja kalau kami acuh tak acuh.

Beres urusan kami di CK, kami kembali menuju warung si Bapak tanpa identitas yang jelas itu. Kami tidak menemukan masalah saat menyebrang jalan, mungkin karena kami sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri.

"Dasar orang Indonesia, nyebrang bukan di sebra kros." Kata gue sambil tetap menyebrang. "Coba di Jepang. Huh!" Perjalanan berlanjut. "Ini lagi, bocah dugem! Bukan tempat parkir malah parkir! Itu lagi! Bukan tukang parkir sok-sok ngasih tempat parkir!"

"Haha." Wing membalas.

"Tapi cewek itu aneh ya?" Kata gue tanpa bermaksud nanya.

"Kenapa?" Wing mencari tahu.

"Bukan musim panas pake hot pants malam pula."

"Hmm."

Mendekati belokan Jalan Ganeca. "Aduh!" Mobil sialan berlampu xenon tiba-tiba melintas. Bukan karena cahayanya mendukung proses global warming yang berdampak pada berkurangnya populasi pinguin di antartika. Tapi karena cahayanya membuat bayangan tajam yang menghalangi pandangan di troroar berlumpur itu hingga gue nggak nyadar kalau ada kubangan air di sana. "Sialan!"

Kecil kemungkinan adanya kubangan di trotoar itu diakibatkan oleh kelalaian Dada Rosada yang terlalu asik membangun proyek kapitalis ini-itu. Tapi bisa jadi hutan Babakan Siliwangi yang semakin sedikit jumlah tumbuhannya mengakibatkan air yang gagal diresap tumbuhan menjadi tergenang di sana.

Akhirnya setelah menunggu beberapa sesaat kemudian, kami kembali dengan membawa makanan di kantong plastik untuk dimakan di kampus. Menggunakan kantong plastik bukan berarti kami menyatakan perang kepada anak-anak Planologi yang terkenal dengan kampanye anti plastic-bag mereka. Justru seharusnya mereka yang lebih baik mengumumkan perang terlebih dahulu kepada kami, berhubung kami iseng-iseng mengganggu mereka sewaktu acara wisudaan Oktober kemarin. Penyebabnya bukan karena mereka jelek, tapi karena kami memang anak-anak nakal. Cukup nakal mungkin untuk bilang mereka jelek.

Oke cerita berakhir di sini.

Mata anda sudah merasa tertipu? Kalau iya, coba periksakan diri anda ke psikolog. Bisa jadi jiwa anda sedang terguncang. Kalau anda bingung, bisa dipastikan anda bukan mahasiswa seni rupa tingkat akhir dan anda masih waras.

Just wanna say hello to my first page

Pernyataan yang berbentuk pertanyaan pertama: kenapa pindah?

Karena gue pikir kalo harus buka-buka frenster dulu sebelum nulis blog, jatohnya bakalan lama. Lagian gak semua bocah punya frenster kan. Blom termasuk mereka yang intim sama fesbuk atau multiplai. Intinya makin banyak yang baca semakin bikin asik.

Ya oke, selamat tinggal untuk former blog gue yang menyimpan banyak masalah itu. Dan selamat datang pada masalah baru di depan. Haha. Ya oke lagi, gue nggak akan janji blog ini bakal dipenuhi sama kebodoran yang sama, malah gue pikir bakal berkembang jadi sedikit lebih sarkas. Haha. Seperti remaja labil pada umumnya.

Postingan pertama ini ditulis di kantor galeri, sambil represing dikit selagi gue masih melanjutkan seri karya drawing gue yang paling baru. Ayeah!

Jadi kenapa pindah? Ya karena frenster entah kenapa kok tiba-tiba jadi lemot melulu, lagian makin banyak orang umay di frenster. Hiii, geli-geli.

Jangan banyak komentar dulu lah, soalnya leyaut dan segala macem visual di blog ini juga blom rampung juga. Jujur mah, gara-garanya gue bingung baca menu setingannya. Padahal kata bocah-bocah, ni blog katanya lebih gampang disusun, serta hasil editannya lebih ahoy gitu. Maaf deh ya kalo gue gaptek.

Makanya bantuin dong!