Minggu, Oktober 18, 2009

Entah Apa

Andaikata begini, lo menonton drama korea dengan bahasa korea dan subtitle bahasa inggris. Pastinya subtitle itu seolah terdengar di kuping, menggantikan omongan bahasa korea yang nggak lo mengerti itu. Dengan intonasi yang tetap terdengar hingga seolah bahasa inggris itu beraksen korea. Di luar permasalahan aktor yang ganteng atau aktris yang cantik, yah kita tahu bahwa ekspresi itu bisa bersifat sangat universal. Hingga seandainya (lagi) subtitle bahasa inggris itu dilenyapkan dari layar, kita tetap tahu perasaan yang ingin disampaikan si aktor dalam perannya.




Oke itu hebat, tapi jangan permasalahkan sinetron indonesia yang jeleknya sebelas-duabelas itu. Kita semua tahu siapa yang bersalah atas kebanalan acara televisi indonesia. Sekali lagi jangan permasalahkan sinetron indonesia dengan akting sampah itu. Yang hanya beramunisikan zoom -in, zoom-out, dan sfx midi 16-bit kacangan. Jangan permasalahkan apa yang ada dalam kepala orang hungaria seandainya mereka menonton sinetron indonesia tanpa subtitle. Karena cukup satu kata, sinetron indonesia tidak layak jadi sumber devisa negara.

Beberapa orang memanfaatkan ambiguitas yang terkandung dalam kata-kata yang akrobatis untuk menjadikan tulisan mereka menarik. Beberapa lainnya cukup senang dengan kebanggan yang dihasilkan. Beberapa orang tidak ingin terlihat bodoh karena dia tidak mengerti apa yang dia tulis. Sayangnya dalam kasus-kasus seperti ini gue jarang mikir gue bakal nulis apa.

Surat Mati Yang Mengingkari Bukti

Judul Sepanjang Isi Dengan Satu Inti: Gosip Lampu Merah Lawakan
Saat semua orang ingin didengarkan
Mereka berteriak riuh-lantang
Dalam tumpukan bahasa yang tak lagi dapat dicerna

Ambil satu dari kumpulan itu
Dalam senyap coba simak apa yang ia hasilkan
Taruhan, itu tidak lebih dari berita spekulasi yang digembar-gemborkan
Konsumsi pagi para budak belian yang diacuhkan majikan

Tempelkan kembali telinga mereka yang terlepas
Sepasang untuk satu orang
Mungkin perlahan desing koar ini menjadi sayup

Atau sekalian saja putuskan pita suaranya
Agar letup komat kamit cukup menjadi impuls informasi visual
Semua orang ingin didengarkan
Sayang tak satupun dari mereka dapat mendengar




Melingkar Perak di Sisi Nadi...
Menjalani kesibukan tanpa arah dalam genangan darah
Membalut lagi ranah yang sudah tertutup tanah
Memandangi batin yang tak terjamah
Mendeskripsikan emosi tersirat pada secercah rona wajah

Mencalang tafsir mimpi pada barisan waktu penghalang masa
Bersengketa dengan nipah logika kalam dan angkara
Ceceran ingatan ini bukan Urd, Verdandi, atau Skuld
Melainkan sinyal parik pecut prajurit pelanduk

Menghimpun barisan hasrat pada lapangan apel
Saat otak tak lebih baik dari ceret penadah air remasan pel
Siklus hidup tak menjawab semua doa yang tertuang dalam lingkar lilin kapel
Tak juga memberi prozac pada degup keingintahuan cantrik gembel

Masa ditemani dan ditinggal bisu membuncah serupa gelaran tablo hantu laut
Hamparan cerap netra yang senihil nasionalisasi jutaan lahan gambut
Meraga dalam goresan baja pada plat dengan semangat yang sudah habis terparut
Mencantumkan dua nama pada nadir langkah gontai berselimut kabut


It's a Big Hope, Smal Action...
Mereka ada di sekeliling kita tapi tak pernah kita lihat mereka
Menjaring kebebasan kita pada strata limasan
Negara tanpa hirarki berpijak pada awan kelabu utopia
Membenamkan kanal-kanal pemikiran dalam beton pasca ledakan

Senada langgam institusi pendidikan dengan mental politik proyekan
Ladang carang tiruan yang membuahkan anggur asam
Petinggi yang melebamkan wajah anak didiknya dengan guratan ultimatum non-akademis
Yang merekapitulasi setiap harga pembangunan yang tak pernah mereka biayai

Duduk dan nikmati sebelum kami berubah menjadi hantu yang mengaliri kursi dengan desis eksekusi
Yang kecewa pada senandung melayu dari mulutmu yang bau


Suatu Hari Suatu Pagi...Pada Selembar Hentakan Cahaya Beku...
Di kala-kala malam menjadi kalam dan sakral menjadi profan
Sejumput kenangan terbawa angin jalang yang melacur hingga sisi peradaban
Ditengahi lengking-ratap kesakitan
Pada bangsal yang tergeletak pasca anfal yang membikin mual

Hari ini semua manusia menjerit
Disaingi derit pintu kebenaran, semua nyawa minta didengarkan
Melalui bait-bait terkutip, melalui foto-foto bernada klise identik
Melalui situs pencahar bahasa yang mendengungkan desah menjadi propaganda

Hari ini banal dikonsumsi serupa nasi
Dan terus diungkit kembali, seolah tanggal ekspirasi menjadikan isi kaleng makin bernutrisi
Pada ayah ibu yang terpencar ditengahi anaknya,
Juga pada anak nirajar yang menjauhi akar sanak familinya

Esok, ketika rupa menjadi tua, dan salib memenuhi seluruh lipatan raga
Ketika jiwa dan raga hanya terikat sehelai bulu mata
Ketika berharap hanya sesingkat mengedipkan mata
Mungkin kita telah terlambat menyadari bahwa hidup tidak dapat dipercepat, tidak juga lamat

Esok, ketika fajar menyibakkan mata yang tertutup berhala
Ketika hari kemarin telah menjadi jauh lebih panjang dari jalan ke depan
Ketika meraba momen beku membuat mata tenggelam dan terpejam
Basi kita menyadari, bahwa hidup selalu tentang kurasi

Rotten Life, Rotten Apple
Drawing pen on paper, 15x15cm, 2007


Setiap Orang Bisa Jadi Cantik

Sementara majalah kecantikan membuat anda merasa buruk
Sementara mode membuat anda merasa miskin
Sementara anda memperhatikan noda di wajah lebih banyak daripada memperhatikan asupan gizi
Sementara kapitalisme membuat anda percaya lebih baik mati muda daripada menghadapi penuaan dini
Sementara ketidakpercayaan terhadap karma membawa anda kepada kekurangajaran berlebih
Sementara anda berpikir sudut depresi 45 derajat pada lensa membuat rasio wajah lebih menarik
Sementara "Reg (spasi)" menjadi kitab suci baru dan pegangan hidup
Sementara bioskop menjadi kardiogram kontemporer yang membuat anda yakin anda masih hidup

Setiap orang sudah cantik
Sementara diri sendiri yang membuatnya buruk

K.V