Kamis, Juni 04, 2009

Mereduksi Kebosanan

Menulis lagi.

Oke, apa yang anda, eh, maaf, elo harapkan hari ini? Gue mengharapkan hari ini berjalan lucu. Ha. Sebenarnya jujur aje dah, gue punya tugas kritik seni yang harus dikerjain, tapi setelah 3 jam nggak jelas di depan komputer, gue memilih untuk onlen dan menggampar dunia maya. Lalu, voila! Nikmati saja.

Apa yang lo pikirkan kalo menghadapi kata PAPAN KENYATAAN? Tadi malem Iqi nanya itu ke gue, Danuh, Arif, dan Aul. Di sela-sela tawa sebagai pertanda ketidakseriusan kami dalam mendisplay pameran di CMNK untuk malam ini.

Jawaban gue? Papan MDF buat alas gambar.
Danuh? Papan skor pertandingan sepak bola.
Arif? Arif nggak jawab, keburu tua, jadi akhirnya gue dan Danuh yang mengutarakan isi hati Arif untuk menjawab pertanyaan ini. Suatu hal yang tidak akan pernah sempat ia sampaikan sampai akhir hayatnya. Tenang Rip, kami masih peduli padamu sampai kapan-kapan.
Aul? Gue lagi di WC waktu Aul ngejawab. Bukannya Aul nggak penting, tapi apa yang udah berada di ujung tanduk adalah yang paling penting.

Lalu apa sebenarnya makna papan kenyataan itu? Ternyata menurut cerita Iqi, itu adalah bahasa Malingsia untuk papan pengumuman. Astaga! Dan mulailah kami kembali mengigau.

"Sekolah di Sekolah Menengah Nyata."
"Periksa ke klinik dokter nyata."
"Jadi kita harus naik angkutan nyata."
"Hidup di dunia umum."
"Hal-hal nyata dan tak asing lagi."

Ya, ya. Keumumannya kami memang tertawa dengan tidak jelas tadi malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar