Selasa, Desember 22, 2009

Crèche


Tercium bau kenangan yang meyeruak semerbak dari rumah. Ingin mampir dan mendekat. Merasakan kalau bisa. Walaupun itu semua pasti tentang masa lalu. Lagi dan lagi. Pohon natal kecil terpasang di sudut meja telpon. Pohon akhirnya bisa dibeli sewaktu kaki menjejakkan lantai sekolah dasar. Pohon yang walaupun kecil tapi menyimpan banyak kenangan. Ada harum masakan di setiap dahan plastiknya. Makanan yang biasa saja, tapi selalu tersaji secara khusus.

Menyisiri kaki pohon yang rapuh, terlihat kartu-kartu pos yang diberikan secara khusus oleh teman baik. Dan selalu ada satu dua nama yang spesial di sana. Kartu-kartu yang kini tergantikan dengan teks digital. Mungkin pena terlalu cepat terbakar. Mungkin tinta terlalu cepat mengkhianati pikiran.

Memang hari-hari seperti itu bukan tentang mendapatkan pakaian baru. Mungkin hari-hari seperti itu hanya sesederhana untuk bersyukur dan merekapitulasi semua pengeluaran dan usaha, peluh dan darah, bulir dan remah. Mungkin seharusnya di hari seperti itu setiap orang lebih baik tidak menangis dan meratap. Mungkin seharusnya mereka tertawa bahagia. Karena setiap kelahiran harusnya disambut bahagia. Dan kematian pun seharusnya tidak disambut dengan kegetiran. Tapi apapun yang terjadi-terjadilah. Hanya saja jangan pernah menyesal dan terpuruk.

Senin, Desember 21, 2009

Saatnya TA, Saatnya Berleha-Leha, Saatnya Bercerita


Saat ini gue makan popmi yang komponen monosodium glutamatnya belum tercampur merata. Tapi nggak masalah, kerena toh masih enak-enak saja. Kecuali kalau air-yang-terlalu-banyak dihitung sebagai persoalan.

Pada suatu hari di suatu ketika saat gue sedang tidur dalam senyap, seorang anak kecil menghampiri gue dalam mimpi. Dengan kuda poni dari resin dan pancang carousel (what was that? carousel, phonecell, and michel? another jumble 3 and selsel business?), dengan blekberi di tangan dan messenger di layar. Every feeling to talk is a text. Now you text to talk.

Tapi di sini nggak ada yang salah. Yang salah adalah gimana gue udah nggak bisa berbicara dalam mengungkapkan apa yang gue rasakan. Di saat dunia sudah terlalu berisik, lebih baik gue diam. In the world full of sound, all you need to do is listen. In the world full of noise, all you need to do is move. If the world full of voice, and if you are granted a wish to mute one, whom would you pick?. For the sake of my life I believe you would never pick yours from the entire lines.

Berbicara tentang pameran everything you know about art is wrong. Berbicara tentang semua kesimpang-siuran fungsi seni yang membanal hingga sekedar menjadi hiasan profan. Berbicara tentang intereferensial yang terlalu jemawut dalam setiap catatan. Yang terlalu berakrobat dalam setiap penampakan yang gagal menyampaikan. Catatan kuratorial apa itu? Mencomot berbagai referensi dari apa yang dengan mudahnya dapat kita temui, di mana letak orisinalitasnya? Di mana letak wawasan studi akademisnya? Di mana letak kekuatan jualnya?

Atau jangan-jangan memang seperti itulah tabiat para kurator selama ini? Asal comot dan asal keren. Asal tak banyak orang yang tahu dan bahasanya terlihat seperti wah dan berpendidikan maka hadirlah di situ nilai jual. Entah kenapa pada titik ini kurator lebih terlihat seperti binaragawan ketimbang kuli pena di balik kaca mata gue. Atau nikmati saja keadaan ini, siapa tau akan bermunculan banyak kelatahan-kelatahan lain (dalam bahasa inggris diistilahkan dengan kata "after").

Mungkin yang salah adalah institusi seni yang terlalu lama mengagung-agungkan hukum dan dalil sehingga buku menjadi dewa bagi kaum librarian nekrofilik. Mungkin salah mereka juga kita tidak pernah diajarkan hal baru. Mungkin salah mereka kalau kita hanya boleh lulus atas apa yang sudah pernah dibuat. Mungkin salah mereka juga kalau perasaan dan ego orisinil itu mati. Sebab setiap kali kita merasa orisinil, kita harus kembali berhadapan dengan permasalahan lama di mana kita harus menemukan karya serupa yang sudah pernah dibuat sebelumnya. Seolah berkarya menjadi seperti iuran yang nantinya akan dikocok dalam arisan pameran di galeri-galeri besar yang tidak tahu apa isinya sebelum kita membuka gulungan kertas dan membacanya keras-keras.

Tapi toh saat gue buka Alkitab, di situ Raja Salomo (Nabi Sulaiman, King Solomon) pernah menegaskan bahwa tidak ada yang baru di dunia ini semuanya sia-sia dan semuanya sudah pernah dilakukan dan terus berputar. Yah, bahkan para avant-gardist sudah dibunuh sejak ribuan tahun yang lalu, dalam Kitab Kebijaksanaan yang ditulis sang raja.

Jadi apa yang salah tentang seni dan apa yang membuatnya tampak seperti itu? Apakah seniman tidak pernah tahu apa yang ia kerjakan? Apakah mereka terlalu malas bertanggung jawab atas karya mereka? Atau memang benar selama ini perihal words narrow art? Atau jangan-jangan semua yang kita lihat ini hanya akumulasi permukaan masalah yang kehadirannya seperti gunung es. Atau jangan-jangan semua ini hanya seolah salah. Mungkin semua ini hanya pelatuk yang memicu diskursus selanjutnya, mungkin juga seni memang sudah mati sejak ia dilahirkan dalam kesalahan. Mungkin yang kita lakukan selama ini hanya mengusung keranda mayat seni yang sudah lama mati.

Mungkin seni sudah lama mati bersama tuhan. Mereka mati dikhianati profit, dominasi, dan komodifikasi, dan ekspansi korporasi. Maka sejak itulah seniman bangkit dan berusaha mendekati fungsi tuhan dan menjadi tuhan-tuhan kecil (setidaknya bagi diri mereka sendiri). Masihkan kita merasa perlu untuk menyediakan waktu, menyempatkan diri menyaksikan acara realigi kacangan, yang hanya peduli rating, tapi tak berujung pangkal dalam menyelesaikan masalah dialog macet antar agama di negara ini? Mungkin Zapatista lebih berhasil menciptakan dialog terbuka tanpa narasi yang panjang lebar ketimbang kita yang katanya beragama, beretika, dan cinta damai ini.

Nic, Nic, sini dah. Gue pengen ngomong.

Suatu hari seorang teman pernah datang dan melihat draft catatan kuratorial yang gue buat. Waktu itu gue sadar kalau membuat catatan itu nggak akan berguna banyak, selain hanya menambah ketajaman insting dalam melakukan manuver dan akrobat bahasa. Gue bukannya pengen ngebocorin rahasia kalo temen gue yang ini anaknya labil dan sempet beberapa kali nangis tanpa sebab, tapi apa yang gue pengen sampaikan adalah omongannya. Bahwa dia pernah bertanya "Emang setiap catatan seni harus dibuat kayak gitu ya? Bisa nggak dibuat biar orang awam kayak gue bisa lebih gampang nangkepnya?" Yah, tapi omongan bodoh itu nggak menghasilkan apa-apa selain kebingungan lain yang menyebalkan. Kebingungan untuk menetapkan yang mana yang lebih pantas berada di dalam sorot lampu panggung. Antara permasalahan majas visual atau metafora.

Percayalah, gue memperhatikan dia lebih daripada gue memperhatikan pohon atau omongannya.

Sabtu, Desember 19, 2009

The Unimportant But Somehow Important


  1. mari kita gebrak langit dengan kepalan tangan mengangkasa dan belati terhimpit pada mulut...
  2. dengan beban yang harus secepatnya dilarikan, tenggat waktu yang tak dapat diabaikan, dan ketidakmungkinan untuk mengulang kebebalan...tidak ada lagi yang tersisa untuk disesalkan...
  3. belati terhimpit pada mulut...menghalau gertak gigi, mempersingkat kata, dan merapatkan bahasa...
  4. selamat berjuang, hei teman2 yang akan berpameran dalam waktu dekat ini...saya akan segera menyusul kalian dengan gebrakan selanjutnya!!!...
  5. seperti air beriak tanda batuk berdahak...seperti kacang lupa kulitnya...seperti orang tua lupa, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya...
  6. mau gambar kelinci kenapa jadi kura-kura?...mungkin ini akibat makan udang di balik batu... mau gambar kura-kura dalam perahu, kenapa jadinya malah bahtera rumah tangga?...mungkin nenek moyangku bukan pelaut, mungkin ia petani kacang lupa kulitnya...
  7. ada apa sih dengan peribahasa berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian?...apa sejak jaman nenek moyang udah banyak pemalakan di laut?...
  8. mencoba menggambar kura-kura dalam perahu...kenapa jadinya malah bahtera rumah tangga?...
  9. cuma orang narsis yang selalu bisa melihat ke belakang...itulah alasan mengapa mereka setara dan serupa dengan sopir dan tukang ojek...
  10. mau gambar kelinci kenapa jadi kura-kura?...oh, pantes kelincinya ketiduran pas lomba lari, jadi ga kegambar...
  11. mau beken kaya Ada Band?...gantungkan cita-citamu setinggi langit tujuh bidadari...
  12. apa mending jadi provokator aja?...bisa sekalian merangkap maling teriak maling...
  13. ga enak jadi maling...ga bisa lempar batu sembunyi tangan...tangannya kepanjangan...
  14. pagi-pagi gini enaknya makan udang di balik batu...
  15. good luck lucky bastard!...
  16. artists are freak because they destruct something good in order to make greater work...
  17. both God and I know that you are lying...
  18. you never know that someone is hurt, when you think no one need to know what hurts you...
  19. we don't point at ourselves because we can never see our back...
  20. lho, gue pernah denger dari seorang mertua seniman grafis bahwa "...seniman adalah manusia yang paling dekat dengan Tuhan"...jadi mungkin pernyataan itu ga salah-salah amat...hehehe...God I'm baptized... 0:-D
  21. Tuhan sempat bertanya "Mau jadi apa kamu nanti?"...gue jawab "Mau jadi seperti Engkau"...dan ternyata seperti itulah rasanya menjadi seniman...
  22. yang terdengar hanya suara nafas, degup jantung, dan goresan jarum di atas plat...terima kasih...
  23. dan hanya Tuhan boleh tindas kami, itu pun kalau Ia mau...
  24. pengen lempar sepatu tap-dance ke muka orang-orang yang banyak bacot...
  25. memang cuma etsa yang bisa bikin kulit putih... nb: maaf jika menyinggung para cukilers, sabloners, dan lithographers...
  26. teman2 bilang saya putihan...mungkin karena terlalu lama mendekam di penjara (baca: studio)...
  27. Dijual cepat! Semangat: tipe 45 untuk anda-anda yang sedang TA! Hubungi: xxx6-84040-xxx. Dijamin tokcer...
  28. don't think about a thing when you feel you don't want to...
  29. the easier you find someone, the harder you found them when they dissapear...
  30. nowhere to find when don't want to be found...
  31. google earth: travelling without moving...
  32. "cukup biarkan saya mengklaim seni sebagai jalan satu arah yang dapat membawa saya kepada anda"...
  33. mendrawing lagi!... ada gak ya orang kurang kerjaan yang iseng ngitung jumlah garis di karya gue...dan bener...hahaha...
  34. kalian para kaya dunia hanya sejumput bilangan yang mengais pertolongan kami kaum papa yang telah memahkotai dunia...
  35. threading borderlines by giving you all the things you need (appropriating C.A.J)...
  36. it's a constant wave that turns the lozenges of life to noncombustible zephyr...
  37. terhambat kodrat jengat pada tengat plat laknat tanpa syarat...
  38. ya Tuhan, seandainya ada satu hari yang tenang, saya akan berusaha melakukan 3 pengasaman bertingkat, SEKALIGUS!...
  39. saat kalian lihat apa yang kalian ingin lihat, maka aku akan menjejalkan mata jumawa kalian dengan propaganda penghabisan yang elegan...
  40. hidup seperti tahanan Pulau Buru...saat sakit berlanjut: KOP-ROLL sampai berkeringat...
  41. berkata: "Jangan harap menantang senja kalau tak dapat menyambut pagi!"...
  42. mencalang semiotika kosmetika dan wana nirmana panca indra anak naga di bibir kawah candradimuka...
  43. ulangi kata-kata "Sakral-Profan" di kepala, sebanyak yang anda butuhkan, hingga jadi waras kembali...
  44. your body is a graphic art!...
  45. Nderek Dewi Maria,temtu gengkang manah... Mboten yen kuwatoso, Ibu njangkung tansah... Kanjeng Ratu ing swarga, amba sumarak samya... Sang Dewi...mangestonono...
  46. you MAKE them happen!...
  47. no me chingues!...vete a la chingada!...
  48. Ισχύς μου η Αγάπη του Λαού (Ischys mū i agapi tou laou)...
  49. media nox meridies noster...
  50. let's play hide and seek...first body found will be the dead one...