Sabtu, Januari 24, 2009

Tipuan mata

Ada yang salah dengan saya? eh salah, gue. Nah, itu kesalahan pertama. kesalahan berikutnya bisa jadi ada pada postingan ini. Kenapa? Nggak kenapa-napa juga sebenernya. Tapi karena gue orang yang suka cari-cari masalah, akibatnya ya gini.

Subuh jam 2:32am tadi, gue nyari makan ke Warung Bapak Gisin di depan kampus. Permasalahannya adalah nama penjual warung itu bukan Gisin, melainkan Charmin (baca dengan bahasa Indonesia berlogat Jawa). Tapi itu tidak menjadi masalah, karena kalau kita menghina-hina Pak Gisin di warung itu, tidak ada yang marah.

Gue pesen nasi goreng pedes (bukan pedas) satu setengah porsi, ya satu setengah, soalnya porsi Pak Gisin pelit. Jun pesen capcay pake telor, Molen pesen ayam goreng nggak pake lama, Wing minta mie goreng walaupun nantinya dia harus membayar juga. Berhubung Pak Gisin yang mengaku-ngaku bernama Pak Charmin itu sudah cukup berumur, maka kami tinggal dia di warungnya untuk memasak. Sedangkan kami yang masih muda pergi ke CK. Itu bukan berarti kami sombong, tapi Pak Gisin memang harus bekerja demi menafkahi keluarganya.

Di CK kami disambut dingin. Bandung terasa masih dingin diguyur hujan yang sekarang menjadi irit, tapi kios waralaba itu masih saja memasang AC. Mungkin bukan karena pemiliknya tolol, tapi biar sapaan selamat malam dari dua pegawainya malam itu terasa hangat. Sayang kedua pegawai itu laki-laki, dan tidak ada yang mengaku homo di antara kami berempat, maaf saja kalau kami acuh tak acuh.

Beres urusan kami di CK, kami kembali menuju warung si Bapak tanpa identitas yang jelas itu. Kami tidak menemukan masalah saat menyebrang jalan, mungkin karena kami sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri.

"Dasar orang Indonesia, nyebrang bukan di sebra kros." Kata gue sambil tetap menyebrang. "Coba di Jepang. Huh!" Perjalanan berlanjut. "Ini lagi, bocah dugem! Bukan tempat parkir malah parkir! Itu lagi! Bukan tukang parkir sok-sok ngasih tempat parkir!"

"Haha." Wing membalas.

"Tapi cewek itu aneh ya?" Kata gue tanpa bermaksud nanya.

"Kenapa?" Wing mencari tahu.

"Bukan musim panas pake hot pants malam pula."

"Hmm."

Mendekati belokan Jalan Ganeca. "Aduh!" Mobil sialan berlampu xenon tiba-tiba melintas. Bukan karena cahayanya mendukung proses global warming yang berdampak pada berkurangnya populasi pinguin di antartika. Tapi karena cahayanya membuat bayangan tajam yang menghalangi pandangan di troroar berlumpur itu hingga gue nggak nyadar kalau ada kubangan air di sana. "Sialan!"

Kecil kemungkinan adanya kubangan di trotoar itu diakibatkan oleh kelalaian Dada Rosada yang terlalu asik membangun proyek kapitalis ini-itu. Tapi bisa jadi hutan Babakan Siliwangi yang semakin sedikit jumlah tumbuhannya mengakibatkan air yang gagal diresap tumbuhan menjadi tergenang di sana.

Akhirnya setelah menunggu beberapa sesaat kemudian, kami kembali dengan membawa makanan di kantong plastik untuk dimakan di kampus. Menggunakan kantong plastik bukan berarti kami menyatakan perang kepada anak-anak Planologi yang terkenal dengan kampanye anti plastic-bag mereka. Justru seharusnya mereka yang lebih baik mengumumkan perang terlebih dahulu kepada kami, berhubung kami iseng-iseng mengganggu mereka sewaktu acara wisudaan Oktober kemarin. Penyebabnya bukan karena mereka jelek, tapi karena kami memang anak-anak nakal. Cukup nakal mungkin untuk bilang mereka jelek.

Oke cerita berakhir di sini.

Mata anda sudah merasa tertipu? Kalau iya, coba periksakan diri anda ke psikolog. Bisa jadi jiwa anda sedang terguncang. Kalau anda bingung, bisa dipastikan anda bukan mahasiswa seni rupa tingkat akhir dan anda masih waras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar