Minggu, Januari 25, 2009

It needs a clover and a bee to make a great prairie


Menonton film Hachimitsu to Kuroba (Honey and Clover) untuk kedua kalinya. Hehe. Selalu ada detil menarik untuk dilihat kembali. Tempo yang lambat di awal ternyata cukup menyebalkan, mengingat kandungan ceritanya sebenarnya menarik. Bisa dibilang first impression dari film ini menjemukan. Bleh.

Kesampingkan tata cara penulisan review gue yang nggak baik dan nggak benar, lalu mari kita mulai menuangkan kecap ke wajan.

Diangkat dari manga berjudul sama yang katanya laris di pasaran Jepang sana (heran, kok bisa laris sih? padahal berbau seni) karangan Chika Umino. Bercerita tentang kehidupan 4 mahasiswa senirupa dan 1 arsitektur yang sedang melewatkan masa-masa muda bahagia. Kalau dibaca secara terbalik boleh juga. Cerita tentang beberapa mahasiswa seni rupa yang menjalani masa mudanya dengan segala gaya khas seni rupa. Itu belum termasuk keunikan tiap tokohnya.

Secara keseluruhan tidak ada hal yang hiperbol di film ini. Anehnya mulai dari menit ke tigapuluh, ada saja rangsangan yang menarik sudut bibir ke arah atas. Scene yang gue maksud adalah saat tokoh bernama Hagumi, membuka matanya dan bangun dengan headphone terpasang di kepala dan mulai membentangkan kanvas. Mulai dari titik ini hilang sudah perasaan bosan. Mata juga terus asik mengalir mengikuti detil studio-studio yang terdapat di film ini. Sayang studio seni grafis nggak ada. Sial!

Kayaknya barusan gue udah bilang (baca: tulis), (eh keren nih!) kalo film ini nggak hiperbol. Oke, emang, tapi bukan berarti film ini hambar atau gimana. Pertama-tama gue nggak akan bilang film ini ngasih efek yang sama ke anak di luar ruang lingkup seni rupa, nggak bermaksud mengkotak-kotakkan, tapi ada beberapa detil yang hanya bisa berdampak pada mereka yang mendalami dunia seni. Misalnya saat tokoh Morishita dan Hagumi membuat lukisan di halaman studio. Dan kalau ditanya apa efeknya buat gue, Jun, dan Wing, seperti juga pada Bhiema dan Sapi; jawabanya adalah satu kata ambigu: "Anying!".

Awal yang lembek, eskalasi yang tidak disangka-sangka, klimaks yang oke, rasanya kurang lengkap kalau tanpa ending yang nyaman. Ahoy! Yak, film ini punya ending yang cukup nyaman dan meyakinkan, walaupun (yah) agak nggantung. Tapi ya udah lah nyantai aja, toh kita nggak nonton sambil mabuk bukan? Endingnya sama sekali tidak menutup cerita, hanya memberikan kesimpulan sementara. Tapi toh dari awal film alurnya tidak rusuh (hanya sedikit menggemaskan), jadi rasanya enteng aja menerima keseluruhan film.

Kesimpulannya film ini inspiratif, dan sebaiknya ditonton.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar