Selasa, Juli 07, 2009

Kisah Tanpa Jejak Pelaku



Mencoba menikmati saat-saat paling menenangkan di kosan. 24 Jam merasakan nikmatnya tidur. 24 jam lainnya menikmati saat bangun, bergantian. Udara dingin yang sama, suasana hangat rumah yang mungkin tidak akan pernah dapat diulang lagi. Di sela-sela kesibukan, memundurkan ingatan pada beberapa tahun ke belakang, saat pertama kali menginjakkan kaki di Bandung, sebagai calon mahasiswa Seni Rupa ITB dengan semua keegoisannya.

Juni-Juli-Agustus, dan lalu, hupla! Semua dimulai begitu saja. Tanpa pernah bermimpi untuk meraih sesuatu. Tanpa pernah bermimpi untuk menggenggam sesuatu. Tanpa pernah terpikir untuk meraih sesuatu. Tapi segala sesuatu itu harus dimulai untuk dijalani. Entah terpaksa, entah terjebak, entah terasingkan.

Dan sekarang kaki masih berpijak pada bumi Parahyangan. Kota tinggi dikelilingi bebatuan cadas dan pegunungan menjulang. Danau purba yang menyimpan banyak kenangan tak terlupakan. Hari-hari sebagai mahasiswa baru yang disepelekan, hari-hari anak bawang yang tidak dipercaya, hari-hari sebagai teman baru yang diacuhkan.

Membangun makna lain pada kata Bangun Pagi Enak dan Bocah Tengil. Ikut mencoba tersenyum pada Pocari Sweat, Eh Ikutan Yuk!, Potensi, dan puluhan lainnya. Terima kasih kalian yang mewarnai hidup kami. Tahun-tahun berlalu tanpa terasa, walau getir-pahit, asam-manis, riuh-denyut, dan besar-bangga menodai perjalanan yang tampak begitu saja ditarik oleh garis takdir.

Terus berjalan dan lalu, kembali pada titik nol. Karena hidup itu panjang, tapi tidak terbatas, seperti lingkaran, berputar dan terus berputar. Jauh, tapi tetap kembali lagi. Jauh dan lebih jauh lagi tapi tetap kembali. Sejauh-jauhnya mencari timur, barat lagi, barat lagi. Dan seperti mereka akan pergi, nampaknya, seperti itu pula mereka akan kembali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar