Kamis, Januari 07, 2010

Catatan Nomor 336: Keterlambatan Tidak Pernah Datang Tepat Waktu

Setelah degup jantung yang remuk redam melacur tak laku serupa kicauan iklan. Setelah semua lelah bercampur karma dan terkalang fatamorgana fajar harapan. Setelah semua butir dan bulir remah nomaden tersisa tak dapat lagi ditelan. Setelah derit dan desis ditempa menjadi parang yang hanya dapat berbicara dalam satu bahasa tanpa suara. Setelah semua strata limasan antara kau dan aku runtuh menjurang. Setelah semua pesan tersampaikan sehingga menghilangkan pertautan. Setelah ladang kekecewaan menguning dan siap untuk dirajang. Setelah setiap bulir alasan merundukkan setiap tangkai pertanyaan. Tidak ada lagi yang kau sisakan selain teka-teki yang hanya akan terjawab saat bumi berhenti memutari hari-hari membosankan.

Dan seperti saat derit pintu kalam menandai kepergianmu silam. Dan seperti saat semua huruf dan angka temaram setia menemani pijar bahasa yang hampir padam. Dan seperti itulah aku khatam dengan mata merah mencalang tanpa sempat terpejam sejak kau sematkan dendam di antara kedua bilah kelopaknya yang meladam. Dan kesalah pahaman yang tidak bisa tidak muncul setelah semua keegoisan terkuras akan kutukar dengan asuransi yang memastikan kepergianmu abadi. Dan jika suatu saat nanti kau akan kembali, letupan angkara dari udara yang kau hirup menghempaskanmu lagi pada titik di mana kau menyadari arti sendiri.

Mungkin kita pernah bersama dan berbagi parut luka dan lebam. Mungkin peran dan jasamu pernah mengorosi ingatan bagai asam. Mungkin aku pernah menahan pitam saat gelombang keegoisanmu lebih menghantam dari godam. Mungkin satuan ruang dan waktu tak pernah jitu dalam memprediksi kehadiranmu. Mungkin kata janji dan pasti pernah kuhapus dari kamusku. Mungkin titik nadir ingatan itu tidak ada artinya lagi saat denyut riba mencapai muara dan pamrih mulai menggerogoti nadi dalam sekejap mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar